KeuanganNegara.id– Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tekanan terhadap rupiah dan mata uang berbagai negara di pasar keuangan tak lepas dari kebijakan China melemahkan (devaluasi) mata uangnya yuan. Langkah devaluasi diambil Negeri Tirai Bambu itu sebagai respons atas perkembangan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, China membiarkan yuan melemah melewati level kunci, yakni 7 yuan per dolar AS pada Senin (5/8) kemarin. Kebijakan pelemahan tersebut untuk pertama kalinya dilakukan dalam lebih dari satu dekade ini.
Kebijakan China itu menuai protes dari AS. AS menuding China sebagai ‘manipulator mata uang’. Darmin mengatakan kebijakan tersebut membuat sebagian besar nilai tukar mata uang global langsung melemah.
Apalagi di tengah sentimen tersebut, AS berencana mengenakan bea masuk tambahan 10 persen kepada produk China sebesar US$300 miliar pada September nanti. China sebenarnya bisa membalas dengan mengenakan tarif pada produk impor AS.
Hanya saja, Negara Tirai Bambu ini memilih untuk melakukan devaluasi yuan agar ekspornya tetap kompetitif.
“Ketika China menjual barangnya, tentu itu akan lebih murah. Tapi masalahnya, ketika yuan melemah, maka banyak mata uang negara juga ikut melemah,” jelas Darmin ditemui di kantornya, Selasa (6/8).
Mantan gubernur Bank Indonesia (BI) ini belum bisa memperkirakan durasi dampak devaluasi yuan terhadap rupiah. Ia mengatakan tak mengkhawatirkan kondisi tersebut.
Pasalnya, ia meyakini pelemahan yuan hanya akan terjadi sementara saja. Proyeksi tersebut disebabkan oleh kecamuk perang dagang yang saat ini belum jelas arah penyelesaiannya.
Ia meyakini bila perang dagang reda, yuan akan kembali menguat terhadap dolar.
“Tidak perlu begini (khawatir), kita memang merosot. Tapi ini pengaruh saja, ini semua belum berhenti prosesnya. Tapi jangan dihitung per hari, mereka mungkin lima hari lagi berubah kebijakannya. Diamin saja dulu,” katanya.
Kendati tak khawatir, namun Darmin menyatakan bahwa pemerintah akan terus memantau pergerakan rupiah dan sejumlah mata uang utama di pasar internasional. “Kami ikuti, kami hitung, tapi kami belum mau komentar lah,” imbuhnya.
Rupiah berada di posisi Rp14.338 per dolar AS pada Selasa (6/8) pagi. Posisi tersebut melemah 2,26 persen dibanding posisi pekan lalu, yakni Rp14.022 per dolar AS.
Sejatinya, pelemahan ini tak hanya dialami rupiah, namun juga dialami negara Asia lainnya seperti Baht Thailand sebesar 0,05 persen, yen Jepang sebesar 0,2 persen, ringgit Malaysia sebesar 0,3 persen, dan peso Filipina sebesar 0,38 persen. (cnn)
Discussion about this post