[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Pemerintah mengambil berbagai strategi dalam mengatasi dampak virus corona yang menggerogoti segala sektor termasuk ekonomi. Salah satu langkah yang diambil adalah keringanan pajak.
Keringanan pajak menjadi salah satu cara pemerintah meringankan pihak-pihak yang terpukul karena virus corona. Awalnya, hanya sektor industri manufaktur yang mendapatkan insentif pajak.
Kali ini, pemerintah menambah keringanan pajak kepada sebelas sektor usaha. Berikut fakta mengenai kabar tersebut:
11 Sektor Bebas Pajak Karyawan, Industri Medis Tidak
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya mengatasi dampak virus corona dengan memberi keringanan pajak. Kemenkeu menambah sebelas sektor usaha yang mendapat keringanan pajak sebagai dampak penyebaran virus corona.
Insentif tersebut yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak gaji karyawan yang ditanggung pemerintah; PPh Pasal 22 impor dibebaskan selama enam bulan, PPh Pasal 25 yang didiskon 30 persen; serta restitusi yang dipercepat dengan batasan hingga Rp 5 miliar.
Sebelas sektor yang mendapat insentif perpajakan tersebut di antaranya yakni sektor pangan, perdagangan, hingga jasa konstruksi.
Sayangnya, tak ada keringanan pajak di industri medis. Padahal, perawat maupun tenaga medis memiliki peranan penting dalam percepatan penanganan COVID-19.
Namun sebelumnya, pemerintah telah memberikan insentif bagi para tenaga medis dengan total nilai sebesar Rp 5,9 triliun. Secara rinci, insentif untuk tenaga medis pusat sebesar Rp 1,3 triliun dan tenaga medis daerah Rp 4,6 triliun.
Untuk lebih jelasnya, berikut sebelas sektor yang mendapat insentif pajak:
1. Pangan, peternakan dan hortikultura
2. Perdagangan bebas dan eceran
3. Ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan
4. Minyak dan gas bumi,
5. Pertambangan, mineral, dan batubara
6. Kehutanan
7. Pariwisata dan ekonomi kreatif
8. Telekomunikasi dan penyelenggara jasa internet,
9. Sektor logistik
10. Jasa transportasi darat dan udara, serta angkutan sungai dan penyeberangan
11. Sektor jasa konstruksi
Penerimaan Pajak Karyawan Melesat karena Tingginya PHK
Realisasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak gaji karyawan mencapai Rp 36,58 triliun hingga Maret 2020. Angka ini tumbuh 4,94 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).
Namun realisasi tersebut justru lebih tinggi jika dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya Rp 25,56 triliun atau tumbuh 4,39 persen (yoy). Namun pertumbuhannya masih melambat jika dibandingkan Maret 2019 yang hingga 14,70 persen (yoy).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, melonjaknya kenaikan PPh karyawan itu merupakan indikasi adanya pemberhentian karyawan atau putus hubungan kerja (PHK).
Dalam catatannya, kenaikan PPh Pasal 21 itu juga dibarengi dengan pertumbuhan pembayaran PPh 21 atas Jaminan Hari Tua (JHT) atau pensiun sebesar 10,12 persen. Menurut Sri Mulyani, ini merupakan pertumbuhan tertinggi untuk kuartal I di setiap tahun.
“Artinya begitu mereka melakukan lay off (pemberhentian), mereka membayarkan JHT dan pensiun dan kemudian dibayarkan di PPh pasal 21 untuk pembayaran tersebut. Jadi kalau tumbuh bukan berarti baik, tetapi adanya para pekerja yang lay off dan pembayaran pesangon dan JHT menghasilkan PPh 21 JHT pensiun tersebut,” ujar Sri Mulyani dalam video conference.
Sri Mulyani mengaku terus mewaspadai penerimaan PPh Pasal 21, karena berhubungan dengan para pekerja. “Karena kalau ada kenaikan, indikasinya untuk mereka yang alami PHK,” jelasnya.(msn)
Discussion about this post