KeuanganNegara.id- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN) bagi diaspora tahun depan. Instrumen sukuk ritel ini akan melengkapi rencana penerbitan surat utang konvensional dengan sasaran pasar yang sama.
“Dengan ini, investor yang memiliki KTP dan sudah melepas warga negaranya tapi dia masih memiliki ikatan emosional terhadap negeri ini bisa ikut membangun negeri ini dengan cara investasi tadi,” ujar Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah, Kamis (26/9).
Rencananya, sukuk ritel ini akan dipasarkan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri atau Warga Negara Asing (WNA) keturunan Indonesia yang selama ini enggan membeli surat utang ritel karena alasan prinsip keyakinan.
Selain sukuk ritel diaspora, Kemenkeu juga tengah mengembangkan dua produk sukuk ritel baru lain, yaitu sukuk hijau ritel, dan sukuk berbasis wakaf tunai (Cash Wakaf Linked Sukuk/CWLS).
Pemerintah mengaku tidak memasang target tertentu untuk CWLS. Pasalnya, di dalam produk ini, pemerintah sama sekali tidak berjualan SBSN, namun hanya memfasilitasi masyarakat yang ingin berwakaf tetapi tidak bisa menemukan nadzir yang tepat.Untuk sukuk ritel hijau, pemerintah ingin menyasar kaum milenial yang punya kesadaran tinggi atas lingkungan. Sebab, aset dasar (underlying asset) dari penerbitan obligasi ini adalah proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berbasis lingkungan.
Menurut dia, hal ini juga merupakan pengembangan dari sukuk hijau global yang sudah diterbitkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Hanya saja, ia masih belum tahu, apakah sukuk ritel hijau ini bisa diterbitkan di tahun depan.
“Kapan pun kami siap terbitkan. Dengan green sukuk ritel itu akan ada nilai tambahnya menurut saya. Kenapa? Karena masyarakat yang tadinya investasi, kini bisa ikut berperan dalam menjaga lingkungan,” kata dia.
Sementara, untuk CWLS, wakaf tunai dari masyarakat nantinya bisa dijadikan sukuk pemerintah. Lalu, imbal hasil sukuk tersebut akan disalurkan ke lembaga pengelola wakaf (nadzir) dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
Sejatinya, CWLS ini sudah diluncurkan sejak tahun lalu meski belum ada realisasinya hingga saat ini. Namun, di dalam skema CWLS saat ini, wakaf tunai yang digunakan untuk membeli sukuk masih berasal dari wakaf tunai yang dihimpun nadzir, di mana pembelian sukuk dilakukan dengan cara penawaran ke sekelompok ke sekelompok kecil investor (private placement).
“Untuk CWLS, tujuan kami sama sekali bukan untuk mencari uang, tapi kami memfasilitasi saja masyarakat yang ingin berwakaf. Sehingga, kami tidak akan memasang target indikatif tertentu,” papar dia.
Menurut Dwi, perluasan produk sukuk ritel dilakukan demi meningkatkan portofolio Surat Berharga Negara (SBN) ritel dalam negeri. Ujung-ujungnya, kepemilikan asing di dalam struktur kepemilikan obligasi pemerintah selama lima tahun ke depan dapat berkurang.
Sebagai informasi, hingga 24 September 2019, realisasi penerbitan SBSN pemerintah bruto sudah mencapai Rp219,34 triliun. Dari angka tersebut, SBSN ritel mengambil porsi Rp28,84 triliun atau 15 persen dari total penerbitan sukuk ritel. (cnn)
Discussion about this post