KeuanganNegara.id– Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan kembali menerbitkan sukuk hijau global (global green sukuk) tahun depan. Artinya, penerbitan itu akan menjadi kali ketiga pemerintah menerbitkan surat utang syariah global yang ditujukan untuk proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berbasis lingkungan tersebut.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah mengatakan pemerintah masih tertarik menerbitkan sukuk hijau global lantaran pemerintah sudah menyepakati Kesepakatan Paris pada 2015 lalu. Di dalam kesepakatan tesebut, Indonesia sudah berkomitmen menurunkan emisi karbon sebesar 41 persen pada 2030 mendatang.
Menurut dia, komitmen ini akan cepat terlaksana jika pemerintah terus mengembangkan proyek-proyek berbasis ramah lingkungan.
“Dengan menerbitkan sukuk, maka komitmen tersebut bisa terpenuhi. Daripada menerbitkan sukuk biasa, sukuk hijau ini efeknya akan lebih besar,” ujarnya.
Tahun ini, pemerintah kembali menerbitkan sukuk hijau global dengan nilai US$750 miliar dengan tenor 5,5 tahun dan imbal hasil 3,9 persen. Sukuk ini diterbitkan bersamaan dengan sukuk global reguler dengan nilai US$1,25 miliar.Hanya saja, ia tidak menyebut angka penerbitan sukuk global tersebut. Ia hanya menyebut kemungkinan nilai penerbitannya lebih kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya karena dua hal.
Pertama, banyaknya utang jatuh tempo pemerintah dalam lima tahun ke depan. Kedua, pemerintah ingin meningkatkan peran investor domestik di dalam portofolio Surat Berharga Negara (SBN).
“Kami belum tahu apakah kami akan menerbitkan sukuk global ini di semester I atau semester II. Nanti kami akan lihat, sementara ini kami berencana menerbitkan lagi,” tutur dia.
Sebagai informasi, sukuk hijau global pertama kali diterbitkan pemerintah pada 2018 silam dengan nilai US$3 miliar, di mana sukuk bernilai US$1,25 miliar bertenor lima tahun dan US$1,75 miliar memiliki tenor 10 tahun.
Sementara, tahun depan pemerintah berencana menarik SBN netto sebesar Rp389,3 triliun. Hal ini untuk menutupi defisit APBN 2020 yang diperkirakan sebesar 1,76 persen dari Produk Domestik bruto (PDB). (cnn)
Discussion about this post