KeuanganNegara.id– Uni Eropa mendorong sejumlah negara di Asia Tenggara untuk menerapkan sistem kontrol ekspor terhadap produk-produk ekspor berfungsi ganda. Hal itu menyusul kekhawatiran dan konflik beberapa negara menyangkut produk-produk tersebut yang dapat digunakan sebagai bahan baku senjata pemusnah massal, peralatan militer, dan peralatan intelijen.
Produk-produk berfungsi ganda atau dual-use goods adalah barang-barang yang dapat digunakan sebagaimana mestinya, tetapi juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku senjata pemusnah massal, serta peralatan militer dan intelijen. Produk-produk itu antara lain berupa perangkat lunak berteknologi tinggi, perangkat keras berteknologi tinggi, semikonduktor, bahan-bahan kimia, bakteri, virus, dan toksin.
Negara-negara di Asia Tenggara dan Uni Eropa (UE) membahas rencana penerapan sistem kontrol ekspor produk-produk itu dalam “Kick-off Meeting of Europe Union Partner-to-Partner (EU P2P) Export Control Programme for Dual-Use Goods in South East Asia, 2019–2021″.
Kegiatan yang berlangsung di Hanoi, Vietnam, ini berlangsung pada 14-15 Agustus 2019. Hadir dalam pertemuan tersebut negara-negara di Asia Tenggara, kecuali Myanmar dan Singapura, delegasi dari Amerika Serikat sebagai pengamat, dan perwakilan negara-negara yang tergabung dalam UE.
Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Olvy Andrianita mengatakan, kontrol ekspor atau yang dikenal juga sebagai pengawasan perdagangan strategis (Strategic Trade Control/STC) adalah pengawasan atau tata kelola perdagangan internasional untuk barang dan teknologi yang memiliki fungsi ganda. Pengawasan ekspor bukanlah pembatasan perdagangan, namun benar-benar merupakan mekanisme pangawasan.
STC itu diperlukan karena semakin berkembangnya perdagangan produk-produk bernilai tambah dan berteknologi tinggi. Selain itu, kasus-kasus perdagangan juga semakin berkembang, terutama terkait transit, layanan alih muat, dan re-ekspor untuk produk-produk yang memiliki fungsi ganda di pasar dunia.
“Untuk itulah Indonesia bersama sejumlah negara di ASEAN dan UE menggelar pertemuan itu. Masing-masing negara saling bertukar pikiran mengenai kebijakan STC,” kata Olvy.
Pertemuan itu, lanjut Olvy, membahas tentang daftar produk-produk UE yang berfungsi ganda, pembuatan konsep kerangka hukum, perizinan ekspor dan impor, serta perantara jual beli. Pengawasan dan pemantauan untuk agensi terkait, termasuk pendekatan kepada industri, juga turut dibicarakan.
Perang dagang
Di ASEAN, negara-negara yang telah menerapkan STC adalah Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Singapura dan Malaysia telah menerapkan sistem STC masing-masing pada 2010 dan 2011. Sementara Filipina dan Thailand masih dalam proses menerapkan peraturan terkait STC. Adapun Indonesia berencana untuk menyusun STC.
Penerapan STC di Indonesia merupakan langkah yang tepat. Selain sebagai tindakan antisipatif untuk mengamankan dunia dari penyalahgunaan produk-produk tersebut, Indonesia juga dapat meningkatkan kinerja ekspor khususnya untuk produk-produk elektronik berteknologi dan bernilai tambah tinggi, “ kata Olvy.
Perdagangan global, produk-produk berfungsi ganda ini memicu perseteruan antarnegara. Hal itu terutama menyangkut produk-produk berteknologi tinggi, yang merupakan bahan baku dari perangkat elektronik, termasuk telepon pintar.
Dalam perang dagang Amerika Serikat-China, misalnya, produk berfungsi ganda itu digunakan Washington untuk menekan Beijing. Lewat keputusan Pemerintah AS beberapa bulan lalu, perusahaan-perusahaan AS tidak diperbolehkan menyuplai produk kepada Huawei, korporasi teknologi milik China. Bahkan AS menuding China memata-matai perusahaan besar AS menggunakan mikrocip dan nanocip yang disusupkan ke dalam produk-produk elektronik.
Perseteruan mengenai produk berfungsi ganda juga terjadi antara Jepang dengan Korea Selatan. Jepang membatasi ekspor hydrogen fluoride, photoresist, dan sejumlah material lain yang dibutuhkan industri teknologi tinggi Korea Selatan untuk membuat perangkat dan komponen elektronik. Tokyo beralasan, Seoul mengekspor ulang hydrogen fluoride ke Korea Utara. Jepang menyebut material itu bisa dipakai untuk program pengembangan senjata Korut.
Pembatasan itu menyebabkan perusahaan elektronik besar Korsel, seperti Samsung—produsen cip dan ponsel utama di dunia—serta SK Hynix, terdampak. Menurut Moody’s Investor Service, yang mengutip data dari Asosiasi Perdagangan Korea, pada periode Januari- Mei, 94 persen impor fluorinated polyimide dan 92 persen impor photoresist Korsel berasal dari Jepang.
Target jangka pendek
Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kemendag Merry Maryati menyampaikan, ada target jangka pendek yang harus dikejar Indonesia dalam penyusunan STC. Target tersebut adalah memperkuat pengembangan kapasitas, kerangka hukum, dan implementasi daftar produk-produk UE yang berfungsi ganda.
“Penyusunan STC ini harus melibatkan kementerian/lembaga terkait, akademisi, serta industri-industri di Indonesia,” kata dia.
Sementara itu, Political Officer Delegation of the European Union to Vietnam, Juan Zarategui, menyatakan, UE telah menyiapkan anggaran khusus untuk mengadakan program-program peningkatan pemahaman kontrol ekspor. Tentu saja anggaran itu akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara. (kompas)
Discussion about this post