KeuanganNegara.id – Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanahkan Menteri Keuangan, sebagai kuasa fiskal pemerintah untuk menyusun Laporan Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam pelaksanaan APBN. Amanah tersebut telah dilaksanakan oleh pemerintah mulai tahun 2004. Namun hingga tahun 2015 pencapaian terbaik dari Laporan Keuangan hanyalah Opini Wajar dengan Pengecualian (WDP).
Setelah 12 tahun pembuatan Laporan Keuangan dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), barulah pada tahun 2016, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini WTP berarti Laporan Keuangan telah terbebas dari salah saji yang bersifat material dan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dengan kata lain berarti angka dan data yang tersaji pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat mempunyai tingkat akurasi yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sejak Tahun 2015, akuntansi berbasis akrual telah diterapkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Secara sederhana, penerapan akuntansi berbasis akrual ditujukan untuk mengatasi ketidakcukupan basis kas memberikan data yang lebih akurat dan dapat digunakan oleh para pengguna informasi. Ini berarti Laporan Keuangan Pemerintah Pusat telah memberikan informasi yang diperlukan untuk para stakeholdersLaporan Keuangan. Lalu, apakah para stakeholders Laporan Keuangan telah memanfaatkan Laporan Keuangan untuk berbagai keperluan?
Stakeholders Laporan Keuangan Pemerintah Pusat antara lain wakil rakyat, aparat penegak hukum, pihak-pihak yang memberi pinjaman/donasi/investasi, pemerintah serta rakyat sebagai stakeholders utama. Oleh sebab itu, setelah Laporan Keuangan diaudit oleh BPK, sesuai pasal 30 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003, presiden menyampaian rancangan undang-undang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh BPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang notabene merupakan wakil/representasi dari masyarakat.
Namun demikian, baru sebagian kecil masyarakat yang memanfaatkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Padahal, adanya pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa Laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK, masyarakat dapat memanfaatkanya antara lain untuk menilai kinerja pemerintah secara objektif atau lebih jauh dapat digunakan untuk menentukan sikap politik masyarakat.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL), Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Tiap jenis Laporan Keuangan tersebut memiliki fungsinya masing-masing dalam memberikan informasi keuangan dari seluruh entitas pada pemerintah pusat.
Dalam Laporan Realisasi Anggaran, masyarakat dapat melihat realisasi pendapatan dan belanja yang dilakukan pemerintah selama setahun. LRA memuat informasi jenis dan jumlah pendapatan yang masuk ke kas negara serta jumlah belanja serta perutukan belanja pada APBN. Dengan membandingkan pendapatan dan belanja tersebut, masyarakat dapat mengetahui apakah pemerintah mengalami surplus atau defisit. Bila pemerintah mengalami surplus, masyarakat dapat mengetahui penggunaan surplus tersebut, apakah digunakan untuk pengeluaran pembiayaan ataukah menjadi Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA). Sebaliknya, bila pemerintah mengalami defisit masyarakat bisa mengetahui bagaimana dan darimana pemerintah menutup defisit anggarannya.
Pada Laporan Operasional disajikan data pendapatan dan beban Pemerintah Pusat pada satu periode yang disusun secara akrual. Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca memiliki keterkaitan satu sama lain dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada Neraca, masyarakat dapat mengetahui posisi keuangan pemerintah pusat, serta besaran uang/kas dan jumlah aset tetap yang dimiliki pemerintah. Dengan melihat neraca masyarakat juga mengetahui jumlah investasi yang dimiliki pemerintah, dan mengetahui jumlah utang pemerintah yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada Laporan Arus Kas masyarakat dapat mengetahui sumber, asal, dan penggunaan aset pemerintah berupa kas dan setara kas selama setahun. Laporan Arus Kas memuat saldo awal kas, rincian penambahan dan pengurangan kas yang berasal dari aktivitas operasi, aktivitas investasi, aktivitas pendanaan, dan aktivitas transitoris pemerintah, hingga terbentuk saldo akhir kas dan setara kas yang dimiliki pemerintah.
Disamping informasi keuangan yang disebutkan di atas, Laporan Keuangan Pemerintah pusat, sebagai bentuk pertanggung jawaban pemerintah pusat dalam pengelolaan APBN juga menyajikan informasi tambahan yang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan antara lain berisi kebijakan fiskal, kebijakan akuntansi, pos-pos Laporan Keuangan, dan nilai rinci atas nilai pos yang tersaji dalam tiap jenis Laporan Keuangan pemerintah Pusat. Selain itu, Catatan atas Laporan Keuangan berisi data ekonomi nasional seperti produk donestik bruto, neraca pembayaran, cadangan devisa, inflasi, lifting minyak dan lain-lain.
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap masyarakat, seharusnya dapat lebih dimanfaatkan masyarakat luas untuk berbagai keperluan terutama sebagai sumber rujukan dari masyarakat dalam menilai kinerja pemerintah. Dengan menilai kinerja pemerintahan melalui Laporan Keuangan, masyarakat mendapatkan data-data yang objektif serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
*)Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja
Discussion about this post