[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Kalangan pengusaha mineral dan asosiasi mengaku tak keberatan bila harus menghentikan ekspor bijih mineral alias ore mulai hari ini, Selasa (29/10). Pasalnya, pemerintah telah memberikan iming-iming kepada mereka setelah ekspor dihentikan harga beli ore di dalam negeri akan sesuai harga acuan pasar internasional di China.
Bahkan, ia memandang perubahan ketentuan kontrak dengan pembeli di luar negeri tidak serta merta akan memberikan kerugian berarti kepada pengusaha mineral bila menaati larangan ekspor dari pemerintah ini.
Justru, menurutnya, kesepakatan dengan pemerintah merupakan bentuk kepastian yang berhasil didapat pengusaha mineral Tanah Air setelah wacana larangan mengemuka dalam beberapa waktu terakhir.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan & Pemurnian Indonesia (AP3I) Prihadi Santoso mengaku rela menuruti larangan pemerintah karena sudah ada kepastian penyerapan hasil produksi ore di dalam negeri. Catatannya, setidaknya ada 14 perusahaan dengan fasilitas pemurnian alias smelter yang siap menampung pengalihan volume ekspor ore.
“Apalagi sekarang ada kepastian karena menggunakan patokan harga di China,” ungkapnya.
Dengan kepastian itu, Prihadi menghimbau agar para anggotanya segera mengikuti keputusan pemerintah. Ia juga tidak ragu mengeluarkan tindakan tegas bila ada anggota asosiasi yang tidak menuruti hasil kesepakatan antara asosiasi dengan pemerintah.
“Kalau ada yang langgar, kami keluarkan dari asosiasi. Untuk pengusaha, tentu dia harus pintar-pintar lobi (dengan rekan bisnis di luar negeri) karena ini keinginan pemerintah,” katanya.
Ia juga tidak punya proyeksi hitung-hitungan, apakah sekiranya larangan pemerintah ini tidak akan merugikan pengusaha mineral yang sudah terlanjur membuat kontrak bisnis dengan rekan di luar negeri. “Saya tidak tahu kan saya tidak lihat rincian dari proses B2B perusahaan dengan pembelinya, kami tidak ada kewenangan untuk itu,” terangnya.
Sementara CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park Alexander Barus mengaku sebenarnya tidak menyangka bila undangan pemerintah ke Gedung BKPM untuk membuat kesepakatan soal larangan ini. Namun, dengan ketentuan yang sudah dijelaskan pemerintah, ia mengaku setuju saja.
Ia pun mengklaim bahwa perusahaan yang sudah memiliki smelter di dalam negeri pasti siap menyerap produksi ore yang dialihkan dari pasar ekspor ke domestik. Toh, smelter perusahaannya di Morowali, Sulawesi Utara saja setidaknya berkapasitas sekitar 25 juta metrik ton ore.
“Kan banyak smelter lain juga,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah resmi menghentikan ekspor bijih mineral atau ore mulai Selasa (29/10). Implementasi kebijakan ini lebih cepat dari ketentuan larangan ekspor ore yang sebelumnya baru akan diterapkan mulai 1 Januari 2020.
Artinya, larangan ekspor ore tetap mengikuti dasar hukum berupa Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kemudian, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kriteria Peningkatan Nilai Tambah juga tetap berlaku.
“Pemberlakuan bukan atas surat negara atau aturan kementerian teknis, tapi kesepakatan bersama antara pemerintah dan pengusaha nikel. Ini lahir dalam hal yang bijak karena sayang dengan negara untuk memberi nilai tambah,” tuturnya. (cnn)
Discussion about this post