[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Perbankan dinilai menjadi sektor andalan dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Sektor ini juga masih cukup kuat di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Sementara hingga 17 Juni, rasio alat likuid/ non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 123,2 persen dan 26,2 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Penurunan suku bunga acuan hingga saat ini yang sudah 175 basis poin ke level 4 persen juga bertujuan untuk menstimulus dunia usaha.
Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, mengatakan bahwa program penjaminan bagi perbankan sangat penting demi menjamin penyaluran kredit. Tujuannya adalah demi pemulihan ekonomi nasional.
“Dalam kondisi new normal karena pandemi COVID-19, kita harus survival mode untuk memasuki era new normal, dengan melihat peluang yang ada, adaptif hingga melakukan inovasi baru,” kata Destry dalam webinar bertemakan ‘Peran Perbankan Memulihkan Perekonomian Saat New Normal.
“Kita mulai dari beberapa sektor yang mempunyai impact tinggi dari sisi permintaan yang mampu menyerap tenaga kerja dan menyumbang ekonomi dalam jumlah besar,” kata dia.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Misbakhun menegaskan, perbankan memiliki peran yang sangat besar sebagai kunci untuk pemulihan ekonomi. Mengingat semua sektor dunia usaha mengalami penurunan.
“Perbankan sebagai media intermediasi tentu mempunyai permasalahan yang harus diselesaikan. Mereka harus mendapat dana untuk disalurkan, peran pemerintah menjadi sangat penting, ” jelas Misbakhun.
Melalui kebijakan fiskal, sisi permintaan diupayakan untuk meningkat dan mendorong permintaan kredit baik kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumtif.
“Alhasil, pertumbuhan kredit secara tahunan diharapkan bisa meningkat dan fungsi intermediasi berjalan lebih optimal,” tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa tumbuh maksimal sebesar 1 persen. Namun dalam skema terberat, perekonomian diproyeksi terkontraksi minus 0,4 persen.
Sementara itu, Bank Dunia memproyeksi ekonomi Indonesia tahun ini hanya nol persen. Jika terkena gelombang kedua COVID-19, perekonomian bisa mencapai minus 2 persen. Perekonomian diperkirakan kembali pulih di tahun depan sebesar 4,8 persen dan 2022 sebesar 6 persen. (msn)
[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Perbankan dinilai menjadi sektor andalan dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Sektor ini juga masih cukup kuat di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Sementara hingga 17 Juni, rasio alat likuid/ non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 123,2 persen dan 26,2 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Penurunan suku bunga acuan hingga saat ini yang sudah 175 basis poin ke level 4 persen juga bertujuan untuk menstimulus dunia usaha.
Deputi Gubenur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, mengatakan bahwa program penjaminan bagi perbankan sangat penting demi menjamin penyaluran kredit. Tujuannya adalah demi pemulihan ekonomi nasional.
“Dalam kondisi new normal karena pandemi COVID-19, kita harus survival mode untuk memasuki era new normal, dengan melihat peluang yang ada, adaptif hingga melakukan inovasi baru,” kata Destry dalam webinar bertemakan ‘Peran Perbankan Memulihkan Perekonomian Saat New Normal.
“Kita mulai dari beberapa sektor yang mempunyai impact tinggi dari sisi permintaan yang mampu menyerap tenaga kerja dan menyumbang ekonomi dalam jumlah besar,” kata dia.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Misbakhun menegaskan, perbankan memiliki peran yang sangat besar sebagai kunci untuk pemulihan ekonomi. Mengingat semua sektor dunia usaha mengalami penurunan.
“Perbankan sebagai media intermediasi tentu mempunyai permasalahan yang harus diselesaikan. Mereka harus mendapat dana untuk disalurkan, peran pemerintah menjadi sangat penting, ” jelas Misbakhun.
Melalui kebijakan fiskal, sisi permintaan diupayakan untuk meningkat dan mendorong permintaan kredit baik kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumtif.
“Alhasil, pertumbuhan kredit secara tahunan diharapkan bisa meningkat dan fungsi intermediasi berjalan lebih optimal,” tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa tumbuh maksimal sebesar 1 persen. Namun dalam skema terberat, perekonomian diproyeksi terkontraksi minus 0,4 persen.
Sementara itu, Bank Dunia memproyeksi ekonomi Indonesia tahun ini hanya nol persen. Jika terkena gelombang kedua COVID-19, perekonomian bisa mencapai minus 2 persen. Perekonomian diperkirakan kembali pulih di tahun depan sebesar 4,8 persen dan 2022 sebesar 6 persen. (msn)
Discussion about this post